Monumen tersebut adalah Monumen Perjuangan ‘Pasukan Sindangkasih’. Siapa pasukan sindangkasih? Pasukan Sindangkasih merupakan julukan bagi pasukan KL IV Bat. I BRIG XIII Divisi Siliwangi yang melakukan perjuangan pada Agresi Militer Belanda 1 tahun 1947 hingga Agresi Milter Belanda 2 tahun 1949. Pasukan Sindangkasih ini pula diabadikan sebagai nama jalan penghubung Cigasong hingga Kota Kecamatan Maja.
Kisah perjuangan Pasukan Sindankasih dimulai dari serangan Belanda pada agresi militer mereka yang pertama tahun 1947. Majalengka menjadi sasaran serangan pasukan Belanda. Tentu niat mereka tidak serta merta dengan mudah dilalui. Para pejuang mencoba mempertahankan dan menghambat laju pasukan Belanda di berbagai tempat di seantero wilayah Majalengka. Kota Majalengka memang pada akhirnya jatuh ke tangan Belanda setelah Bupati Majalengka kala itu memihak Belanda, namun pejuang mulai berkonsentrasi melakukan penyerangan dan bertahan di sekitar wilayah Majalengka Kota dan sekitarnya. Pemimpin pasukan Indonesia kala itu di wilayah Majalengka adalah Kapten Affandi sebagai pimpinan Komando Gerilya Daerah V (KGD V ) serta Mayor Emen Slamet yang bermarkas di Desa Cieurih. Pasukan Belanda pada akhirnya melakukan penyerangan kepada wilayah di sekitar Majalengka, salah satunya menggempur Kota Kecamatan Maja. Untuk menghambat gerak laju pasukan Belanda, Pasukan Indonesia melakukan penyerangan salah satunya di Tanjakan Kawungluwuk. Namun pada akhirnya Pasukan Belanda berhasil melewati tanjakan tersebut dengan jatuhnya korban dari pejuang Indonesia. Tercatat Maja 2 kali didatangi patroli Belanda pada Bulan Juni 1947. Untuk menghambat Patroli Belanda lebih jauh menuju Talaga, pasukan Indonesia merusak beberapa jembatan di jalan penghubung Maja dan Talaga.
Tempat lainya yang menjadi pusat pertahanan pasukan Indonesia adalah Desa Sindang. Disinilah pusat Komando pertahanan dan tempat pemerintahan darurat Kabupaten Majalengka pada saat itu berlangsung. Sindang menjadi tempat berkumpul para pejuang yang mundur dari berbagai wilayah Majalengka yang dikuasai pasukan Belanda. Walau beberpaa kali pasukan Belanda mencoba menguasai SIndang namun dapat digagalkan pasukan Indonesia. Bagi pejuang kala itu, Sindang dianggap sebagai ‘Yogya Kecil’ karena sebagai tempat perjuangan dan pemerintahan darurat, layaknya Kota Yogyakarta yang menjadi pusat perjuangan dan pemerintahan darurat pemerintahan Soekarno-Hatta.
Kisah perjuangan tak hanya sampai situ, masih banyak peristiwa perjuangan di wilayah Majalengka, antaranya adalah Pertempuran Cibodas, Kawunghilir dan Kulur. Pada peristiwa Kulur, pasukan Indonesia bertempur dengan pasukan Belanda setelah Belanda membakar lumbung padi milik pasukan Indonesia. Dari Majalengka pulalah salah satu titik keberangkatan hijrahnya pasukan Siliwangi menuju Yogyakarta. Sekembalinya dari Yogyakarta, Pasukan siliwangi mendapati dua musuh sekaligus, yaitu pasukan Belanda dan Pemberontakan DII/TII pimpinan Kartosuwiryo. Penumpasan DII/TII terkonsentrasi di wilayah selatan Majalengka yang pada saat itu menjadi basis para pemberontak.
Itu sekelumit kisah perjuangan ‘Pasukan Sindangkasih’ di Majalengka, dan untuk mengenang perjuangan pasukan tersebut maka pada tanggal 17 November 1987 didirikanlah Monumen Perjuangan Pasukan Sindangkasih. di Kawunghilir yang merupakan salsah satu lokasi pertempuran antara pasukan Indonesia dengan Belanda.
Bagikan Artikel
Post a Comment